Jumat, 06 April 2018

Analisis PT Kereta Commuter Indonesia



PT Kereta Commuter Indonesia

PT KAI Commuter Jabodetabek sejak tanggal 19 September 2017 telah berganti nama menjadi PT Kereta Commuter Indonesia adalah salah satu anak perusahaan di lingkungan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mengelola KA Commuter Jabodetabek dan sekitarnya. KCJ dibentuk sesuai dengan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menteri Negara BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008. Perubahan nama menjadi KCI tertuang dalam risalah Rapat Umum Pemegang Saham pada tanggal 7 September 2017 yang juga telah mendapat Persetujuan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia atas Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dengan Nomor Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.AHU-0019228.AH.01.02.Tahun 2017 tanggal 19 September 2017.
Pembentukan anak perusahaan ini berawal dari keinginan para stakeholdernya untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan menjadi bagian dari solusi masalah transportasi perkotaan yang semakin kompleks. Perseroan ini resmi menjadi anak perusahaan PT KERETA API INDONESIA (Persero) sejak tanggal 15 September 2008.
Kehadiran KCI dalam industri jasa angkutan KA Commuter bukanlah kehadiran yang tiba-tiba, tetapi merupakan proses pemikiran dan persiapan yang cukup panjang. Dimulai dengan pembentukan Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek oleh PT KAI (Persero), yang terpisah dari PT KAI (Persero) Daop 1 Jakarta.
Setelah pemisahan ini, pelayanan KRL di wilayah Jabotabek berada di bawah PT KAI (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek sementara pelayanan KA jarak jauh yang beroperasi di wilayah Jabodetabek berada di bawah PT KAI Daop 1 Jakarta.
Dan akhirnya PT KAI (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, PT KCJSetelah menjadi perseroan terbatas, perusahaan ini mendapatkan izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang semuanya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Tugas pokok perusahaan yang baru ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api komuter dengan menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dan sekitarnya serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang.
KCI Memulai modernisasi angkutan KRL pada tahun 2011 dengan menyederhanakan rute yang ada menjadi lima rute utama, penghapusan KRL ekspres, penerapan kereta khusus wanita, dan mengubah nama KRL ekonomi-AC menjadi kereta Commuter Line. Proyek ini dilanjutkan dengan renovasi, penataan ulang, dan sterilisasi sarana dan prasarana termasuk jalur kereta dan stasiun kereta yang dilakukan bersama PT KAI (persero) dan Pemerintah.
Pada 1 Juli 2013. KCI mulai menerapkan sistem tiket elektronik (E-Ticketing) dan sistem tarif progresif. Penerapan dua kebijakan ini menjadi tahap selanjutnya dalam modernisasi KRL Jabodetabek.
Hingga Agustus 2017, KCI telah memiliki 758 unit KRL, dan akan terus bertambah. Sepanjang tahun 2016, KCI telah melakukan penambahan armada sebanyak 60 kereta. Hal ini untuk memenuhi permintaan penumpang yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
Hingga Agustus 2017, rata-rata jumlah pengguna KRL per hari mencapai 993.804 pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna terbanyak yang dilayani dalam satu hari adalah 1.065.522. Sebagai operator sarana, kereta Commuter Line yang dioperasikan KCI saat ini melayani 75 stasiun di seluruh Jabodetabek, Banten dan Cikarang dengan jangkauan rute mencapai 418,5 km.
Dengan mengusung semangat dan semboyan Best Choice for Urban Transport , KCI saat ini terus bekerja keras untuk memenuhi target melayani 1,2 juta penumpang per hari dengan kekuatan armada KRL hingga 1.450 unit pada tahun 2019.
Ketika kemacetan jalanan Ibukota sudah parah seperti saat ini, kereta rel listrik (KRL) Commuterline Jabodetabek menjadi pilihan terbaik bagi para komuter --pekerja yang tinggal di kota penyangga Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Sesuai namanya KRL Commuterline Jabodetabek memang ditujukan untuk melayani para komuter, yang mampu mengangkut banyak penumpang (massal), cepat (hemat waktu), antimacet (menggunakan jalur khusus/rel), murah, dan tentu saja aman dan nyaman.
Warga Jabodetabek bisa menikmati rangkaian KRL seperti yang ada saat ini setelah KRL mengalami perjalanan panjang. KRL telah mengalami metamorfosa sejak masa Hindia Belanda.
KRL pertama kali digunakan untuk menghubungkan Batavia dengan Jatinegara atau Meester Cornelis pada tahun 1925. Pada waktu itu digunakan rangkaian KRL buatan Wetkspoor dan Heemaf Hengelo sebanyak 2 kereta, yang bisa disambung menjadi 4 kereta. Setelah vakum pada tahun 1960-an, KRL kembali digunakan pada tahun 1976.
Pada tahun 1976, Perum Jawatan Kereta Api (PJKA) mulai mendatangkan sejumlah KRL dari Jepang. KRL Jepang generasi pertama ini disebut KRL Rheostatik. KRL yang dibuat oleh perusahaan Nippon Sharyo, Hitachi dan Kawasaki ini dijalankan sebagai KRL Ekonomi.
Selain generasi pertama, ada juga KRL Rheostatik generasi ke dua, yang dibuat tahun 1986-1987. KRL AC pertama yang sudah pensiun ini sempat dioperasikan sebagai KRL Pakuan Bisnis.
Berikutnya ada KRL ABB Hyundai. KRL ini dibuat atas kerja sama antara PT.Industri Kereta Api (Inka), Madiun dan Hyundai. KRL ini dirakit di PT Inka pada tahun 1985 -1992. Saat ini KRL ini sudah dikonversi menjadi KRDE yang beroperasi di jalur Surabaya – Mojokerto.
Setelah Hyundai, PT Inka kembali bekerjasama merakit KRL dengan Beliga-Beland. KRL BN-Holec pertama kali dirakit pada 1994 sebanyak 120 unit, Karena sering mogok KRL ini dijadikan KRDE (Kereta Rel Diesel Elektrik) yang dioperasikan di berbagai kota seperti rute Yogyakarta -Solo (Prameks) dan rute Padalarang - Cicalengka (Rencang Geulis).
Berikutnya adalah KRL TOEI 6000. KRL yang diimpor dari perusahaan KA milik Biro Transportasi Pemerintah Daerah Tokyo (Tōei), ini merupakan hibah dalam rangka kerjasama strategis Indonesia-Jepang saat itu. Digunakan di jalur Jabotabek mulai tahun 2000 hingga sekarang,
Di antara KRL eks Jepang, ada juga dua set KRL karya anak negeri. Yakni, KRL-I Prajayana. KRL buatan PT Industri Kereta Api (Inka), Madiun pada 2001 itu tidak diproduksi lagi karena sering bermasalah dan lebih mahal biaya pembuatannya dibanding membeli KRL eks Jepang.
Oleh karena itu, PT KAI mulai mendatangkan rangkaian KRL eks Jepang. Dimulai pada tahun 2004, sebanyak 16 set KRL AC masing-masing set terdiri dari 4 kereta buatan JR East, tiba di Jakarta, KRL JR East 103 tersebut langsung melayani Bojonggde, Depok, dan Tangerang. Pada 2005 didatangkan lagi beberapa set KRL Seperti KRL Tokyo Metro 5000, KRL Tokyo Rapid 1000, hingga KRL Tokyu.
KRL eks Tokyu Corporation ini mulai meramaikan armada KRL Commuter Jabodetabek sejak masuknya rangkaian seri 8000 dan 8500. KRL eks Tokyu Seri 8000 dibuat pada tahun 1970-an dan KRL seri 8500 dibuat pada 1975-an dan merupakan pengembangan dari Tokyu seri 8000. Khusus untuk unit bernomor depan 07xx dan 08xx (mis. 0715 dan 0815) adalah unit yang dibuat pada tahun 1985 ke atas.
KRL ini diimpor dari Jepang dengan harga sekitar Rp 800 juta per unit, atau sekitar Rp 6,5 miliar per rangkaian dengan 8 kereta. KRL Tōkyū selama ini jarang bermasalah dan masih dapat dioperasikan sampai 10 tahun mendatang di Jabodetabek.
Kebijakan mendatangkan KRL eks Jepang semakin kencang ketika PT Kereta Api Indonesia (KAI) membentuk anak perusahaan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) pada 15 September 2008 dan resmi beroperasi pada 2009. KCJ dibentuk untuk lebih fokus mengelola operasional KRL demi pelayanan yang berkualitas dan menjadi bagian dari solusi permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks.
Sejak 2008 hingga akhir 2013, PT KCJ melakukan program penambahan gerbong hingga total mencapai sektar 830 rangkaian KRL AC. Penambahan gerbong dilakukan untuk terus meningkatkan kapasitas angkut KRL dalam sehari. Sejumlah KRL AC yang diimpor dari Jepang adalah KRL Tokyo Metro 6000 dan 7000.
TM6000 dan TM7000 ini sama seperti KRL Jepang lainnya semula akan dioperasikan dengan 10 gerbong tapi sekarang hanya 8 gerbong saja yang dioperasikan karena panjang peron di kebanyakan stasiun yang masih untuk 8 gerbong. Semua rangkaian KRL berwarna sama yaitu merah di bagian muka, perak di bagian badan dan strip kuning - merah, Semua rangkaian di alokasikan pemeliharaanya di depo Depok dan beroperasikan di lintas Bogor, Serpong, Bekasi dan Tangerang.
Berikutnya adalah KRL Tokyo Metro 05. KRL yang tiba di Indonesia pada Agustus 2010 ini, memiliki warna sama dengan KRL TM7000 dan TM6000 dan di jendela kabin bagian depan di pasang tralis guna mencegah kaca pecah karena lemparan batu.
Selanjutnya KRL JR203. KRL yang tiba di Indonesia pada 2 Agustus 2011 ini, kemudian mengalami modifikasi pergantian warna, dengan cat warna a la KCJ merah kuning. Di sela program mendatangkan KRL eks Jepang itu, PT Inka, Madiun kembali meluncurkan KRL buatan anak negeri pada 2011. Yakni, KRL i9000 (KRL KfW). Sebanyak 10 set (berformasi 4 kereta) KRL i9000 ini akhirnya digunakan pada tahun 2013 setelah menjalani uji coba lintas Duri-Tangerang, Tanah Abang-Maja, dan Manggarai-Tanah Abang-Kampung Bandan-Jakarta Kota, semuanya pergi-pulang (PP).
Namun sejak 17 September 2014, KRL i9000 tidak dipergunakan lagi. Seluruh kereta yang dikenal juga sebagai KRL KfW itu ditarik, dipensiunkan sementara dan ditempatkan di dipo Manggarai, Depok, dan Duri.
Menurut Menhub Ignasius Jonan, KRL KfW dipensiunkan karena KRL buatan PT Inka itu tidak layak untuk pengangkutan orang karena banyak yang tidak memenuhi aspek keselamatan. “Bermasalah pada unsur safety. Misalnya, pintu harus dibuka kiri, begitu tombol yang digunakan untuk buka kiri yang kebuka malah pintu kanan," ujar mantan Dirut PT KAI itu seperti dikutip kompas.com (20/7/2015).
KRL eks Jepang yang terakhir adalah JR 205. KRL yang dikirim melalui pelabuhan Niigata ini tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada November 2013 lalu. Sebanyak 50 dari 180 unit KRL seri 205 pesanan PT KCJ ini rencananya akan dioperasikan di jalur komuter Jabodetabek untuk menambah jumlah perjalanan, dan menggantikan unit-unit KRL yang memiliki masalah dalam pendinginan ruangan. Berbeda dengan KRL lainnya, KRL yang dulunya pernah beroperasi di jalur SaikyÅ ini memiliki unit kereta dengan 6 pintu pada setiap sisinya.

Ketika kemacetan jalanan Ibukota sudah parah seperti saat ini, kereta rel listrik (KRL) Commuterline Jabodetabek menjadi pilihan terbaik bagi para komuter --pekerja yang tinggal di kota penyangga Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Sesuai namanya KRL Commuterline Jabodetabek memang ditujukan untuk melayani para komuter, yang mampu mengangkut banyak penumpang (massal), cepat (hemat waktu), antimacet (menggunakan jalur khusus/rel), murah, dan tentu saja aman dan nyaman.
Warga Jabodetabek bisa menikmati rangkaian KRL seperti yang ada saat ini setelah KRL mengalami perjalanan panjang. KRL telah mengalami metamorfosa sejak masa Hindia Belanda.
KRL pertama kali digunakan untuk menghubungkan Batavia dengan Jatinegara atau Meester Cornelis pada tahun 1925. Pada waktu itu digunakan rangkaian KRL buatan Wetkspoor dan Heemaf Hengelo sebanyak 2 kereta, yang bisa disambung menjadi 4 kereta. Setelah vakum pada tahun 1960-an, KRL kembali digunakan pada tahun 1976.
Pada tahun 1976, Perum Jawatan Kereta Api (PJKA) mulai mendatangkan sejumlah KRL dari Jepang. KRL Jepang generasi pertama ini disebut KRL Rheostatik. KRL yang dibuat oleh perusahaan Nippon Sharyo, Hitachi dan Kawasaki ini dijalankan sebagai KRL Ekonomi.
Selain generasi pertama, ada juga KRL Rheostatik generasi ke dua, yang dibuat tahun 1986-1987. KRL AC pertama yang sudah pensiun ini sempat dioperasikan sebagai KRL Pakuan Bisnis.
Berikutnya ada KRL ABB Hyundai. KRL ini dibuat atas kerja sama antara PT.Industri Kereta Api (Inka), Madiun dan Hyundai. KRL ini dirakit di PT Inka pada tahun 1985 -1992. Saat ini KRL ini sudah dikonversi menjadi KRDE yang beroperasi di jalur Surabaya – Mojokerto.
Setelah Hyundai, PT Inka kembali bekerjasama merakit KRL dengan Beliga-Beland. KRL BN-Holec pertama kali dirakit pada 1994 sebanyak 120 unit, Karena sering mogok KRL ini dijadikan KRDE (Kereta Rel Diesel Elektrik) yang dioperasikan di berbagai kota seperti rute Yogyakarta -Solo (Prameks) dan rute Padalarang - Cicalengka (Rencang Geulis).
Berikutnya adalah KRL TOEI 6000. KRL yang diimpor dari perusahaan KA milik Biro Transportasi Pemerintah Daerah Tokyo (Tōei), ini merupakan hibah dalam rangka kerjasama strategis Indonesia-Jepang saat itu. Digunakan di jalur Jabotabek mulai tahun 2000 hingga sekarang,
Di antara KRL eks Jepang, ada juga dua set KRL karya anak negeri. Yakni, KRL-I Prajayana. KRL buatan PT Industri Kereta Api (Inka), Madiun pada 2001 itu tidak diproduksi lagi karena sering bermasalah dan lebih mahal biaya pembuatannya dibanding membeli KRL eks Jepang.
Oleh karena itu, PT KAI mulai mendatangkan rangkaian KRL eks Jepang. Dimulai pada tahun 2004, sebanyak 16 set KRL AC masing-masing set terdiri dari 4 kereta buatan JR East, tiba di Jakarta, KRL JR East 103 tersebut langsung melayani Bojonggde, Depok, dan Tangerang. Pada 2005 didatangkan lagi beberapa set KRL Seperti KRL Tokyo Metro 5000, KRL Tokyo Rapid 1000, hingga KRL Tokyu.
KRL eks Tokyu Corporation ini mulai meramaikan armada KRL Commuter Jabodetabek sejak masuknya rangkaian seri 8000 dan 8500. KRL eks Tokyu Seri 8000 dibuat pada tahun 1970-an dan KRL seri 8500 dibuat pada 1975-an dan merupakan pengembangan dari Tokyu seri 8000. Khusus untuk unit bernomor depan 07xx dan 08xx (mis. 0715 dan 0815) adalah unit yang dibuat pada tahun 1985 ke atas.
KRL ini diimpor dari Jepang dengan harga sekitar Rp 800 juta per unit, atau sekitar Rp 6,5 miliar per rangkaian dengan 8 kereta. KRL Tōkyū selama ini jarang bermasalah dan masih dapat dioperasikan sampai 10 tahun mendatang di Jabodetabek.
Kebijakan mendatangkan KRL eks Jepang semakin kencang ketika PT Kereta Api Indonesia (KAI) membentuk anak perusahaan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) pada 15 September 2008 dan resmi beroperasi pada 2009. KCJ dibentuk untuk lebih fokus mengelola operasional KRL demi pelayanan yang berkualitas dan menjadi bagian dari solusi permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks.
Sejak 2008 hingga akhir 2013, PT KCJ melakukan program penambahan gerbong hingga total mencapai sektar 830 rangkaian KRL AC. Penambahan gerbong dilakukan untuk terus meningkatkan kapasitas angkut KRL dalam sehari. Sejumlah KRL AC yang diimpor dari Jepang adalah KRL Tokyo Metro 6000 dan 7000.
TM6000 dan TM7000 ini sama seperti KRL Jepang lainnya semula akan dioperasikan dengan 10 gerbong tapi sekarang hanya 8 gerbong saja yang dioperasikan karena panjang peron di kebanyakan stasiun yang masih untuk 8 gerbong. Semua rangkaian KRL berwarna sama yaitu merah di bagian muka, perak di bagian badan dan strip kuning - merah, Semua rangkaian di alokasikan pemeliharaanya di depo Depok dan beroperasikan di lintas Bogor, Serpong, Bekasi dan Tangerang.
Berikutnya adalah KRL Tokyo Metro 05. KRL yang tiba di Indonesia pada Agustus 2010 ini, memiliki warna sama dengan KRL TM7000 dan TM6000 dan di jendela kabin bagian depan di pasang tralis guna mencegah kaca pecah karena lemparan batu.
Selanjutnya KRL JR203. KRL yang tiba di Indonesia pada 2 Agustus 2011 ini, kemudian mengalami modifikasi pergantian warna, dengan cat warna a la KCJ merah kuning.
Di sela program mendatangkan KRL eks Jepang itu, PT Inka, Madiun kembali meluncurkan KRL buatan anak negeri pada 2011. Yakni, KRL i9000 (KRL KfW). Sebanyak 10 set (berformasi 4 kereta) KRL i9000 ini akhirnya digunakan pada tahun 2013 setelah menjalani uji coba lintas Duri-Tangerang, Tanah Abang-Maja, dan Manggarai-Tanah Abang-Kampung Bandan-Jakarta Kota, semuanya pergi-pulang (PP).
Namun sejak 17 September 2014, KRL i9000 tidak dipergunakan lagi. Seluruh kereta yang dikenal juga sebagai KRL KfW itu ditarik, dipensiunkan sementara dan ditempatkan di dipo Manggarai, Depok, dan Duri.
Menurut Menhub Ignasius Jonan, KRL KfW dipensiunkan karena KRL buatan PT Inka itu tidak layak untuk pengangkutan orang karena banyak yang tidak memenuhi aspek keselamatan. “Bermasalah pada unsur safety. Misalnya, pintu harus dibuka kiri, begitu tombol yang digunakan untuk buka kiri yang kebuka malah pintu kanan," ujar mantan Dirut PT KAI itu seperti dikutip kompas.com (20/7/2015).
KRL eks Jepang yang terakhir adalah JR 205. KRL yang dikirim melalui pelabuhan Niigata ini tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada November 2013 lalu. Sebanyak 50 dari 180 unit KRL seri 205 pesanan PT KCJ ini rencananya akan dioperasikan di jalur komuter Jabodetabek untuk menambah jumlah perjalanan, dan menggantikan unit-unit KRL yang memiliki masalah dalam pendinginan ruangan.
Berbeda dengan KRL lainnya, KRL yang dulunya pernah beroperasi di jalur SaikyÅ ini memiliki unit kereta dengan 6 pintu pada setiap sisinya.
PT  Kereta Commuter Indonesia (KCI) tahun ini menargetkan dapat melayani 320.026.523 pengguna. Angka tersebut mengalami peningkatan sebanyak 9,5 persen dibandingkan tahun 2017.

Peningkatan jumlah pengguna jasa KRL dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Dalam dua tahun terakhir tercatat pertumbuhan pengguna jasa meningkat 22,696 atau bertambah 58 juta pengguna.
Guna mengakomodasi peningkatan jumlah pengguna KRL ini, sepanjang 2018 KCI akan secara bertahap menambah jumlah rangkaian dengan formasi 12 kereta hingga mencapai 26 rangkaian. Sementara jumlah kereta dengan formasi 10 akan mencapai 43 rangkaian dan formasi delapan kereta akan berkurang hingga hanya mencapai 22 rangkaian.
Sejalan dengan program peningkatan pertumbuhan pengguna jasa, modernisasi sistem e-ticketing juga menjadi perhatian PT KCI. Sebanyak 200 unit vending machine yang tersebar di 200 gerbang di seluruh stasiun akan disebar oleh KCI pada tahun ini.
“Tahun ini PT KCI akan menambah 200 unit vending machine dan 200 gate yang tersebar di seluruh stasiun," ucapnya.
Bahkan di tahun ini juga PT KCI akan meluncurkan vending machine jenis baru yaitu fare adjusment yang mulai beroperasi pada tanggal 8 Januari nanti. "Tanggal 8 di semua stasiun kami akan aktifkan vending machine," ucapnya.
Vending machine ini berguna jika penumpang salah turun stasiun maka tidak perlu membayar penalti. Penumpang hanya perlu membayar biaya kekurangan tiketnya saja.
"Jika penumpang salah turun stasiun, sebelum adjusment diterapkan penumpang dikenakan penalti nah saat ada adjusment penumpang hanya perlu membayar kekurangan tiketnya," kata dia.
Pembangunan sejumlah fasilitas pelayanan sudah berlangsung sejak 2015 terus ditingkatkan hingga saat ini. Tahun 2017, PT KCI telah merampungkan pembangunan enam underpass dan satu Jembatan Penyeberangan Orang.
Untuk tahun 2018 akan terus berlanjut dengan membangun empat terowongan penyeberangan orang di Stasiun Duren Kalibata, Pasar Minggu, Universitas Indonesia, dan Depok. Pembangunan fasilitas tersebut bermuara pada keamanan dan keselamatan para pengguna jasa yang akan berpindah peron.
"Di bidang keselamatan di 2018 kami akan fokus membangun hall yang dalam waktu dekat hall di Rangkas. Kami juga akan tetap bangun empat undrepass antarperon untuk keselamatan penumpang," ucapnya.

Analisis PT Kereta Commuter Indonesia

PT Kereta Commuter Indonesia PT KAI Commuter Jabodetabek sejak tanggal 19 September 2017 telah berganti nama menjadi PT Kereta Comm...